MEMONESIA.COM – Siasat licik di balik skandal korupsi sektor energi akhirnya terbongkar. Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk periode 2018-2023.
Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Dirdik Jampidsus Abdul Qohar mengungkapkan keterlibatan Riva dalam skema yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun. Ia diduga bersekongkol dengan beberapa pihak, termasuk SDS dan AP dari PT Kilang Pertamina Internasional, untuk memanipulasi pengadaan serta distribusi minyak mentah dan produk kilang.
Penyelidikan Kejagung mengungkap bahwa Riva Siahaan bersama sejumlah pihak memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang melalui cara-cara ilegal. Salah satu modusnya adalah pembelian Pertalite dengan harga lebih murah yang kemudian di-blending di storage/depo untuk dijual sebagai Pertamax. Praktik ini jelas melanggar hukum dan merugikan konsumen serta negara.
Lebih dari itu, manipulasi dalam pengadaan bahan bakar diduga menjadi alat untuk memperkaya kelompok tertentu. Kejanggalan ini semakin menguat setelah penyidik menemukan dokumen elektronik dan bukti transaksi yang memperlihatkan pola permainan kotor dalam tata kelola energi nasional.
Kasus ini menyeret tujuh tersangka utama, termasuk Riva Siahaan, SDS, dan pejabat lain yang berperan dalam skema ini. Mereka kini ditahan selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur penyalahgunaan wewenang dan tindakan yang merugikan keuangan negara.
Selain pejabat Pertamina, penyidik juga menyoroti peran Muhammad Kerry Adrianto Riza, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, yang diduga turut menikmati keuntungan dari permainan kotor ini.
Skandal ini menjadi salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah industri energi Indonesia. Kerugian negara yang mencapai ratusan triliun rupiah menggambarkan betapa parahnya penyalahgunaan wewenang di sektor yang seharusnya menopang ekonomi nasional.
Kejaksaan Agung berkomitmen mengusut tuntas kasus ini, menggali lebih dalam peran para tersangka, serta membongkar jaringan korupsi yang merusak integritas pengelolaan energi nasional. Satu hal yang pasti, kasus ini menjadi peringatan keras bahwa kejahatan di sektor strategis tak bisa lagi dibiarkan tanpa konsekuensi hukum yang berat.
Tidak ada komentar