BONTANG – Keinginan Penjabat (PJ) Gubernur Kalimantan Timur, Akmal Malik, untuk mengembalikan Buaya Riska ke Bontang menimbulkan polemik. Camat Bontang Utara, Zainuddin, menjelaskan bahwa masyarakat setempat menolak kehadiran Buaya Riska, terutama setelah kejadian tragis penerkaman terhadap korban Mba Fitri.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD Bontang, Pemkot Bontang, dan perwakilan masyarakat, Zainuddin menekankan bahwa warga memiliki trauma dan menilai pengembalian Buaya Riska ke Perairan Guntung tanpa penangkaran sangat berbahaya. Sungai tersebut menjadi tempat mata pencaharian bagi sebagian warga sekitar.
“PJ Gubernur harus langsung menyaksikan sendiri apa yang dialami oleh korban, jujur saya sangat miris dan tidak tega,” ujarnya belum lama ini.
Warga Guntung bahkan berkomitmen untuk merelokasi seluruh buaya di perairan tersebut, bahkan termasuk telur-telurnya. Zainuddin menegaskan bahwa keuntungan satu pihak tidak seharusnya mengorbankan keselamatan banyak nyawa.
Wakil Ketua DPRD Kota Bontang, Agus Haris, menyatakan bahwa pihaknya tidak setuju dengan pemulangan Buaya Riska tanpa adanya penangkaran yang memadai. Ia menyoroti bahwa pembuatan penangkaran memerlukan banyak tahap, termasuk aspek dana, tempat, aturan, dan izin.
“Nanti kami tindak lanjuti lagi jika sudah ada keputusan pasti, apakah dibuatkan konservasi penangkaran atau tetap di penangkaran Balikpapan saja,” kata AH, sapaan akrabnya.
Polemik ini semakin memanas dengan tuntutan masyarakat dan kehati-hatian DPRD dalam menanggapi rencana pengembalian Buaya Riska ke habitatnya di Bontang. (adv)
Tidak ada komentar