Irfan Setuju, Pemerintah dengan DPR Batal Pungut Pajak Sembako dan Jasa Pendidikan

Muhammad Irfan. (Dok. Memonesia.com)

BONTANG – Anggota Komisi I DPRD Bontang, Muhammad Irfan mendukung tidak diberlakukannya barang kebutuhan pokok (Sembako), jasa pendidikan, kesehatan, keuangan, dan jasa pelayanan sosial dari barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Dimana sebelumnya pemerintah mengajukan agar daftar non-BKP dan non-JKP tersebut tidak lagi diberikan fasilitas. Alias akan dipungut pajak pertambahan nilai (PPN), sebagaimana RUU tentang Perubahan Kelima atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

“Kalau dikenakan JKP akan memberatkan orangtua siswa, karena sudah bayar SPP. Jadi sangat setuju jika tidak diberlakukan,” ujar politikus Partai Amanat Nasional itu, Senin (18/10).

Adanya pajak pertambahan nilai (PPN), dinilai Irfan juga akan memberatkan orangtua siswa. Lantaran, penghasilan orang tua berbeda-beda. Menurutnya, masih banyak pajak lain yang bis dipungut dalam membantu pembangunan pemerintah, tanpa harus memberlakukan PPN penghasilan orang tua murid.

Sebelumnya, sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR) RI resmi mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Wakil Ketua Komisi Keuangan DPR RI Dolfie mengatakan, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat batal mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk barang/jasa seperti sembako hingga jasa pendidikan.

Dolfie menegaskan, dalam RUU HPP, pemerintah dan DPR menyepakati barang kebutuhan pokok atau sembako, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial yang dibutuhkan masyarakat bawah, tetap dikecualikan dari barang kena pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).

“Ketentuan terkait pajak pertambahan nilai memuat peraturan tentang komitmen keberpihakan pada masyarakat bawah tetap terjaga dengan pemberian fasilitas pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial,” kata Dolfie.

Dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini, pemerintah menaikkan tarif PPN yang saat ini 10 persen menjadi 11 persen secara bertahap, mulai 1 April 2022. Kemudian mulai 1 Januari 2025 ditingkatkan menjadi 12 persen. Kenaikan secara berkala itu tetap mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha yang masih belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19. (adv/dprd/mam)