KUTAI TIMUR –Sejumlah aturan tentang perlindungan perempuan dan perlindungan anak telah diterbitkan maupun disahkan, mulai dari pusat hingga di pemerintahan daerah. Anggota DPRD Kutai Timur (Kutim), Yan Ipui menyebut dengan payung hukum yang ada, seharusnya bisa dimaksimalkan.
“Berbagai aturan soal perlindungan perempuan dan anak sudah ada. Cuma memang masih perlu dilakukan sosialisasi secara meluas, sehingga penerapannya bisa maksimal,” kata Yan kepada awak media beberapa waktu lalu.
Baca juga: Dewan Kutim Kritik Rendahnya Penyerapan Anggaran, Masalah SDM Jadi Sorotan Utama
Minimnya kegiatan sosialisasi tersebut, Yan menyadari salah satu penyebabnya yakni keterbatasan anggaran di suatu organisasi perangkat daerah (OPD). Dirinya pun mendorong dan mendukung jika penganggaran untuk sosialisasi payung hukum dimaksimalkan sebagai upaya merealisasikan peraturan.
Aturan-aturan mengenai perlindungan perempuan dan perlindungan anak, dijelaskan Yan, seperti peraturan turunan Undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yaitu Peraturan Presiden (Perpres) nomor 55 tahun 2024 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Peran atas peraturan ini salah satunya untuk memastikan pemenuhan hak korban kekerasan seksual atas penanganan, pelindungan, dan pemulihan.
Selain itu, terdapat pula perubahan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga mempertegas perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap Anak. Tujuannya untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkret demi memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial Anak korban dan/atau anak pelaku kejahatan.
Baca juga: Masa Jabatan Kepala Desa Diperpanjang Jadi Delapan Tahun, DPRD Kutim Tekankan Akuntabilitas
Selanjutnya, Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kemudian Peraturan Daerah (Perda) nomor 3 tahun 2023 tentang Perlindungan Perempuan di Kabupaten Kutai Tumur.
“Semuanya sudah diatur. Tinggal bagaimana penerapan dan realisasi di lapangan sebagai langkah memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak,” tambah pria yang juga Ketua Komisi D DPRD Kutim tersebut.