Komitmen Wabup Kutim Tekan Kasus Stunting Sampai Terendah Kedua se-Kaltim Akhir 2026

Admin
20 Mar 2025 16:10
Kutai Timur 0
3 menit membaca

SANGATTA – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) memasang target ambisius, menurunkan angka keluarga berisiko stunting hingga menjadi yang terendah kedua di Kalimantan Timur akhir 2026. Target ini disampaikan Wakil Bupati Kutim, Mahyunadi, dalam Forum Group Discussion (FGD) yang membahas rancangan awal Peraturan Bupati tentang Petunjuk Teknis Program “Cap Jempol Stop Stunting” di Balai Pertemuan Umum Sangatta Utara, Rabu (19/3/2025).

Mahyunadi menilai bahwa potensi besar Kutim yang kaya akan sumber daya alam (SDA) belum sepenuhnya tercermin dalam kesejahteraan masyarakat. Tingginya angka keluarga berisiko stunting menjadi bukti bahwa kesenjangan ekonomi dan pemenuhan gizi masih menjadi persoalan serius.

“Kutim ini kaya SDA. Tapi kenapa angka stunting masih tinggi? Salah satu penyebabnya adalah pengangguran. Kalau orang tua tidak bekerja, bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan gizi anak?” ujar Mahyunadi.

Menurutnya, peran perusahaan tambang dan perkebunan yang beroperasi di Kutim sangat krusial dalam menyelesaikan masalah ini. Ia menegaskan, keterlibatan dunia usaha dalam menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal akan menjadi kunci utama dalam memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.

“Saya minta perusahaan di Kutim lebih peka. Jangan hanya mengambil keuntungan dari daerah ini, tapi ikut berkontribusi membuka lapangan kerja. Dengan begitu, orang tua bisa memiliki penghasilan dan mampu memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya,” tegas Mahyunadi.

Sebagai Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), Mahyunadi menekankan bahwa program ini tidak boleh hanya berhenti pada slogan atau kegiatan seremonial semata. Ia ingin kebijakan yang diambil berbasis data yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.

“Data harus jelas, by name by address. Kita harus tahu siapa yang butuh bantuan dan bagaimana cara menyelesaikan masalahnya. Jangan sampai program hanya sekadar formalitas,” katanya.

Tekanan ini muncul bukan tanpa alasan. Kutim sempat tercatat sebagai daerah dengan jumlah keluarga berisiko stunting tertinggi di Kaltim pada 2024. Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah untuk bergerak cepat memperbaiki situasi.

Sebagai langkah awal, Mahyunadi telah menginstruksikan Dinas Pengendalian Penduduk dan KB (DPPKB) untuk segera mengidentifikasi faktor penyebab stunting di lapangan sebelum Idulfitri. Laporan ini akan menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan yang lebih terukur dan efektif.

Selain itu, Mahyunadi juga mengajak seluruh kepala perangkat daerah (PD) untuk turun tangan secara langsung. Ia meminta setiap kepala dinas menjadi orang tua asuh bagi minimal tiga anak yang berisiko mengalami stunting. Langkah ini diharapkan bisa menjadi bentuk kepedulian nyata dari pemerintah daerah terhadap masa depan anak-anak Kutim.

Kepala DPPKB Kutim, Ahmad Junaidi, menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan ini. Ia menegaskan bahwa masalah stunting adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya beban satu instansi.

“Kalau kita bergerak bersama, target 2026 pasti bisa tercapai. Ini bukan hanya urusan DPPKB, tapi tanggung jawab kita semua,” kata Junaidi.

Dengan komitmen kuat dari pemerintah daerah, dukungan perusahaan, dan keterlibatan aktif masyarakat, Mahyunadi optimistis Kutim mampu keluar dari daftar daerah dengan angka stunting tinggi. Target sudah dicanangkan, kini tinggal menunggu aksi nyata di lapangan. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x