Kedigdayaan ESport Kian Kokoh

Admin
14 Jul 2022 08:02
7 menit membaca

Para orang tua pun sudah mengetahui jika esport sudah dianggap olahraga. Maraknya permainan games daring, baik di komputer maupun ponsel pintar, membuat hampir semua orang mempunyai peluang untuk menjadi atlet esport. Beberapa atlet esport Indonesia antara lain Kevin Susanto, Tobias Justin alias Jess No Limit, dan Hansel Ferdinand.

Mereka sudah malang melintang di kompetisi esport internasional. Beberapa kompetisi dunia, yakni The International, Fortnite World Cup Finals, M1 World Championship, dan PUBG Global Championship.

IESPA berusaha untuk mencari bakat-bakat dari berbagai daerah sejak usia dini. IESPA menyelenggarakan Smartfren IES Indonesia Championship. Kompetisi digelar selama 4-5 bulan di 21 provinsi. Kategori games yang dipertandingkan adalah PUBG Mobile, Dota 2, Mobile Legend, dan Autochess.

“Itu adalah kompetisi nasional untuk amatir. Tujuannya, menjaring talenta-talenta baru. Selama ini esport yang dilihat pronya karena paling menarik. Pronya tidak akan jalan kalau dari generasi bawah tidak ada. Generasi bawah bisa muncul kalau ada event-event amatir. Kalau enggak event amatir, Anda jago juga enggak ketahuan,” tuturnya.

Eddy mengungkapkan salah satu pembinaan profesional yang pernah dilakukan itu pada saat persiapan Sea Games Manila 2019. Para atlet dikumpulkan di pelatnas. Mereka tidak hanya dilatih kemampuan games yang akan dipertandingkan. Asosiasi memberikan pendampingan psikolog dan gizi atlet diperhatikan. Setiap pagi para atlet melakukan olahraga fisik bersama instruktur profesional.

Belakangan muncul atlet-atlet esport top yang berasal dari daerah seperti Kalimantan Utara dan Aceh. Jakarta dan Pulau Jawa memang mendominasi pada saat awal-awal esport berkembang di Indonesia. Eddy membandingkan basket dan esport. Lapangan basket itu banyak di wilayah perkotaan.

Sedangkan orang-orang yang ingin menjadi esport tidak bergantung pada lapangan karena mereka bisa bermain di mana saja. “Esport itu bicara komputer dan smartphone, sampai Nusa Tenggara Timur ada handphone. Jadi seakan-akan setiap orang mempunyai lapangan basket sendiri di kantong masing-masing. Semua orang punya kesempatan yang sama untuk latihan,” imbuhnya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

x
x