KUTAI TIMUR – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni melakukan pelepasliaran 6 individu orangutan di kawasan hutan Kalimantan Timur (Kaltim), Rabu (23/4/2025), sebagai bagian dari upaya pemulihan habitat satwa liar yang kian terdesak oleh laju pembangunan.
Lokasi pelepasliaran berada di Muara Wahau, Kutai Timur (Kutim), sebuah titik kritis di mana ekosistem hutan alami masih bertahan di tengah tekanan ekspansi industri dan alih fungsi lahan. 6 orangutan—terdiri dari tiga jantan dan tiga betina berusia antara 10 hingga 31 tahun—dikembalikan ke habitat alaminya setelah melalui proses rehabilitasi.
Didampingi pejabat tinggi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta CEO Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF), Menhut Raja Antoni menyusuri sungai dan hutan sebelum membuka kandang salah satu orangutan betina bernama Mikhayla. Aksi simbolik ini sekaligus menjadi pengingat keras akan rapuhnya keberlangsungan hidup primata endemik tersebut.
“Kami bersyukur bisa melepas enam individu kembali ke rumah mereka. Tapi angka ini kecil jika dibandingkan dengan jumlah korban dari kerusakan habitat,” tegas Raja Antoni.
Ia menegaskan, konservasi tidak hanya soal pelepasliaran, melainkan tentang menjaga keberlanjutan habitat alami orangutan yang terus tergerus. “Ini bukan sekadar perayaan, tapi sekaligus alarm bahwa kita harus bekerja lebih keras menjaga ekosistem,” ujarnya.
Raja Antoni mengungkapkan bahwa pelestarian satwa liar kini harus berjalan seiring dengan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tiga pilar utama—kelestarian hutan, pembangunan ekonomi, dan kesejahteraan rakyat—menurutnya harus dikelola secara berimbang, bukan saling mengorbankan.
“Pelepasan kawasan hutan harus dilakukan dengan standar ketat. Kita tidak bisa sembarangan merusak atas nama pembangunan,” tandasnya.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, lembaga konservasi, dan sektor swasta. “Kolaborasi menjadi kunci. Tanpa itu, hutan akan hilang, dan bersama dengan itu, hilang pula warisan alam bagi generasi mendatang,” ucapnya.
Pelepasliaran ini menjadi bagian dari upaya jangka panjang rehabilitasi orangutan oleh BOSF dan mitra-mitranya, yang selama bertahun-tahun merawat satwa-satwa korban perburuan, perdagangan ilegal, maupun konflik dengan manusia akibat deforestasi.
Tidak ada komentar