KUTIM – Puluhan warga yang berasal dari Satuan Pemukiman (SP3) di Kilometer 102 Desa Tepian Indah, Kecamatan Bengalon mengunjungi ruang Ketua DRPD Kutim Joni, Rabu (26/4/2023). Warga menyampaikan keluhan terkait wilayahnya yang belum mendapat aliran listrik dari PLN.
Salah satu warga yang tergabung dalam rombongan, Maulana mengatakan sejak empat tahun lalu mengusulkan pemasangan jaringan listrik PLN, hingga saat ini usulan belum terealisasi. Bahkan sebagian besar rumah warga telah memasang instalasi listrik, meskipun belum ada sumber listriknya.
“Mereka dari SP3, Km 102, meminta bantuan Ketua DPRD Kutim, Joni, untuk menyampaikan proposal sambungan listrik PLN ke pemukiman kami, agar listrik PLN bisa disambungkan,” kata Maulana, yang didampingi oleh Mitfathur dan beberapa warga perempuan lainnya dari pemukiman mereka, saat bertemu dengan Ketua DPRD Kutim pada Rabu (26/4/2023).
Maulana menjelaskan bahwa pemukiman transmigrasi mereka memiliki sekitar 300 kepala keluarga dan telah berusia 20 tahun, menjadi salah satu pemukiman transmigrasi tertua di Bengalon. Seiring bertambahnya usia pemukiman, jumlah rumah juga meningkat karena anak-anak warga transmigrasi banyak yang menikah dan membangun rumah sendiri.
Namun, Maulana merasa bingung dengan situasi saat ini, karena pemukiman di Km 106 dan 110, yang sebenarnya lebih baru daripada pemukiman di Km 102, sudah memiliki aliran listrik dari PLN. Bahkan, jaringan listrik PLN sudah mencapai daerah Muara Wahau, tetapi pemukiman di Km 102 justru dilewati oleh pemasangan jaringan listrik PLN, padahal lokasinya hanya sekitar 3,5 km dari jalan raya utama menuju Muara Wahau.
Masyarakat berharap melalui bantuan Ketua DPRD Kutim, aspirasi mereka dapat didengar oleh PLN, sehingga PLN segera menyambungkan listrik ke rumah-rumah mereka. Selama puluhan tahun, warga di pemukiman ini mengandalkan listrik dari Genset dan penerangan dari solar cell. Namun, solar cell tidak dapat diandalkan saat musim hujan atau mendung.
Listrik dari PLN yang dibayar sebesar Rp260 ribu per bulan hanya dapat menyala dari pukul 18.00 hingga pukul 22.00 Wita dan pemakaian listrik sangat terbatas, hanya untuk lampu dan pompa air sumur. Sisanya tidak dapat digunakan karena daya yang dihasilkan genset terbatas.
“Genset ini hasil dari sumbangan kami, termasuk biaya bahan bakarnya yang juga kami sumbangkan. Jika kami menggunakan listrik PLN dengan biaya Rp260 ribu per bulan, kami bisa menggunakan listrik dengan berbagai peralatan rumah tangga. Namun dengan menggunakan genset, keterbatasan ini membuat waktu penggunaan dan peralatan listrik dibatasi untuk mengurangi biaya pengadaan solar,” tutupnya.