Kemudahan akses, gawai, dan iming-iming pendapatan besar membuat banyak anak muda ingin menjadi atlet esport. Eddy mewanti-wanti umur menjadi atlet esport itu tidak lama. Rata-rata di usia 27 tahun sudah dianggap tua dan kalah dari yang muda-muda. Ini yang sekarang sedang disosialisasikan IESPA kepada masyarakat Indonesia yang ingin terjun ke esport.
Sedangkan CEO Rex Regum Qeon (RRQ) Andrian Pauline mengatakan, perkembangan e-sport di Indonesia kian positif. Terlebih lagi setelah era smartphone yang makin canggih dalam beberapa tahun terakhir dan infrastruktur teknologi yang kian membaik.
“Tanpa kedua itu, enggak mungkin juga esports bisa tumbuh pesat dalam tiga tahun belakangan ini. Mulai dari segala lapisan bisa akses, dari kalangan yang naik mobil sampai becak bisa main. Walaupun sebenarnya esports ini sudah lama sejak ada komputer, internet, dan warung internet (warnet),” kata pria yang akrab disapa AP.
Dia mengatakan, negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, China, hingga negara di Eropa dan Amerika sudah memandang esports sebagai jenis olahraga yang baru dan perlu didukung. Banyak manfaat dari olahraga tersebut. Selain bisnis, olahraga tersebut juga akan mendatangkan prestasi seperti olahraga lainnya.
Perkembangan ini sejalan dengan pesatnya pertumbuhan games daring di seluruh dunia. Terlebih lagi, pertumbuhan paling tinggi, khususnya di Asia Tenggara, adalah Indonesia. Populasi talenta dan bakat pemain esports di Indonesia lebih banyak, apalagi ini terkait juga bonus demografi dengan jumlah anak milenial atau muda yang lebih besar ketimbang negara tetangga.
Kendati begitu, AP menilai tantangan besar esports saat ini adalah semua menganggap esports sebagai industri yang sudah moncer. Padahal, upaya monetisasi masih sangat jauh. (Redaksi)