Ilustrasi/Pexels
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, selain memiliki sumber daya alam yang luar biasa, tentunya negara kita ini memiliki banyak sekali spesies hewan yang merupakan spesies asli Indonesia.
Akan tetapi beberapa hewan asli asal Indonesia ini sudah sangat langka dan bahkan terancam punah.
Hal ini di akibatkan oleh masih maraknya perburuan dan penyelundupan spesies hewan yang di lindungi.
Dikutip dari Kompas.com, berikut daftar 5 satwa dari Indonesia yang terancam punah:
1. Orangutan
Orangutan termasuk spesies yang berada dalam kondisi sangat rawan punah. Ada tiga jenis orangutan di dunia, dan ketiganya berasal dari Indonesia.
Mereka adalah orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), orangutan Sumatera (Pongo abelii), dan orangutan Kalimantan/Borneo (Pongo pygmaeus).
IUCN memberi label CR (Critically Endangered) kepada ketiga spesies tersebut, sebab populasi mereka yang cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya.
Berdasarkan data IUCN tahun 2016, diperkirakan hanya tersisa sekitar 800 individu orangutan Tapanuli yang masih hidup.
Sementara itu, berdasarkan data yang sama, jumlah individu orangutan Sumatera yang tersisa diperkirakan sekitar 13.846 individu.
Sedangkan untuk orangutan Kalimantan/Borneo, belum dapat diketahui dengan pasti, kecuali untuk wilayah Sabah yang diperkirakan memiliki sekitar 11.000 individu pada tahun 2005.
Aktivitas manusia
IUCN menyebut, aktivitas manusia menjadi ancaman terbesar terhadap kepunahan ketiga spesies orangutan tersebut.
Aktivitas tersebut antara lain, pertambangan, pertanian dan perkebunan, pembukaan lahan untuk pemukiman, juga pembabatan hutan.
Perburuan dan perdagangan ilegal orangutan juga kian memperburuk kelestarian spesies tersebut di alam liar.
Baca juga: 5 Fakta Unik dari Hewan yang Mengejutkan
2. Trenggiling Sunda
Trenggiling Sunda (Manis javanica) merupakan spesies trenggiling yang tersebar di wilayah Asia Tenggara, antara lain Myanmar, Kamboja, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.
Spesies ini juga mendapat label CR dari IUCN, karena tren populasinya yang terus mengalami penurunan, hingga mencapai 80 persen, dalam 21 tahun terakhir.
IUCN mengatakan, populasi trenggiling Sunda sulit diperkirakan. Selain karena kelangkaannya, juga karena sifat dari spesies ini yang hidup bersembunyi sehingga sulit melakukan pemantauan.
Ancaman utama trenggiling Sunda adalah perburuan besar-besaran, baik untuk konsumsi pribadi maupun diperdagangkan di pasar internasional.
Ramuan obat
Tingginya perburuan trenggiling, sebagian besar didorong oleh permintaan di China dan Vietnam, serta nilai jualnya yang mahal.
Di kedua negara itu, daging trenggiling dijadikan santapan mewah di restoran, dan sisiknya digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional.
Diperkirakan, lebih dari 280.000 trenggiling diperdagangkan di pasar Asia sepanjang tahun 2001 hingga 2018. Sebagian besar merupakan spesies trenggiling Sunda.
Para penyelundup Indonesia secara ilegal mengekspor trenggiling hidup serta daging dalam jumlah besar, terutama sejak tahun 2000, beberapa di antaranya berasal dari Kalimantan Timur.
Perburuan trenggiling Sunda merupakan ancaman terbesar di Indonesia, terutama di Sumatera, Kalimantan dan Jawa, terbukti dengan penyitaan yang melibatkan beberapa ribu trenggiling selama dua dekade terakhir.
3. Badak Jawa
Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan spesies badak yang tinggal di pulau Jawa, namun kini hanya bisa ditemukan di daerah Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.
IUCN juga memberikan label CR untuk spesies ini, karena hanya 33 persen dari populasinya yang diketahui mampu melakukan reproduksi.
Dikutip dari Kompas.com, 20 September 2020, jumlah kumulatif Badak Jawa menurut data terakhir Kementerian LHK, mencapai 74 individu, masing-masing 40 jantan dan 34 betina.
Jumlah tersebut termasuk dua ekor badak Jawa yang baru lahir pada tahun 2020, yaitu anak badak jantan Luther dan anak badak betina Helen.
Untuk komposisi umur populasi badak, terdiri dari 15 ekor berusia anak-anak dan 59 ekor merupakan usia remaja-dewasa.
Baca juga: 5 Kecelakaan Pesawat Terburuk di Indonesia
Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno mengatakan, ada harapan bahwa kelangsungan hidup badak Jawa bisa dilestarikan.
Meski demikian, Wiratno menyebut bahwa badak Jawa adalah spesies yang sensitif dan butuh perlindungan penuh.
Dia mengatakan, penyebab menyusutnya populasi badak Jawa di masa lalu adalah karena aktivitas perkebunan di era kolonial, perburuan untuk mengambil cula badak, dan sifat badak yang penyendiri sehingga menyulitkan terjadinya reproduksi alami.
4. Harimau Sumatra
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan subspesies harimau asli (endemik) pulau Sumatera, Indonesia.
IUCN menetapkan status spesies ini adalah CR, karena populasinya yang sangat sedikit dan potensinya yang rawan punah.
Dikutip dari Kompas.com, 25 Juli 2020, populasi harimau Sumatera diperkirakan tidak sampai 400 ekor, berdasarkan data pada 2004.
Penyempitan habitat dan tingginya perburuan liar menjadi ancaman yang harus dihadapi oleh spesie yang hampir punah ini.
Hilangnya habitat
Perluasan perkebunan kelapa sawit di pulau Sumatera merupakan pendorong utama di balik hilangnya hampir 20 persen habitat harimau Sumatera pada 2002-2012.
Perburuan liar harimau Sumatera didorong oleh permintaan bagian-bagian tubuh harimau yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional, terutama di China.
Meski demikian sangat banyak bukti ilmiah yang menyatakan bahwa bagian-bagian tubuh harimau Sumatera tidak memiliki nilai manfaat sama sekali dari segi medis.
5. Rangkong Gading
Rangkong gading (Rhinoplax vigil) merupakan spesies burung yang bisa ditemukan di Sumatera dan Kalimantan, juga di Thailand dan Myanmar.
Maskot provinsi Kalimatan Barat ini disebut spesies prioritas untuk konservasi karena statusnya yang makin terancam punah.
Dikutip dari Kompas.com, 30 Agustus 2019, berdasarkan data red list IUCN, mulanya rangkong gading berstatus terancam punah (near threatened), tapi pada 2015 status itu berubah menjadi kritis (critically endangered).
Yokyok Hadiprakarsa dari Rangkong Indonesia International Hemeted Hombill Conservation Society menyatakan, banyak sekali persoalan yang menyebabkan Rangkong Gading Indonesia ini menjadi berstatus kritis tersebut.
Baca juga: 5 Fakta Unik tentang Tertawa
Lambat berbiak
Dari fakta bioekologinya, burung yang satu ini berbiak lambat dalam satu siklus. Mereka hanya akan menghasilkan 3 butir telur sekali bereproduksi. Ini lain dengan unggas pada umumnya yang menghasilkan telur banyak dan konsisten.
Kemudian, banyak orang merasa tertarik untuk mengkoleksi dan atau melakukan jual-beli aksesoris yang dibuat dari bagian tubuh rangkong gading.
Hasil perburuan rangkong gading bahkan di komersialisasikan dan dilelang dalam bentuk bervariasi, seperti cincin, gelang, ukiran, helai ekor burung dan lainnya, yang terbuat dari paruh dan bulu ekor.
Penjualan aksesoris dari rangkong gading ini paling banyak bermuara di Tiongkok, China. Dalam tahun 2012-2017 telah ditemukan sekitar 2.800 paruh rangkong gading yang berada di pasaran gelap.