
Sementara pasar esport di Eropa dalam laporan terbaru konsultan ekonomi global, Deloitte, menyatakan sudah mencapai 240 juta euro (sekitar Rp4,15 triliun) dengan potensi meraih 670 juta euro (Rp11,6 triliun) pada 2023. Jumlah penonton esport global telah mencapai 380 juta orang dengan 86 juta orang berada di Eropa. Deloitte juga memprediksi pertumbuhan pasar esport akan meningkat 23% pada lima tahun mendatang dengan jumlah penonton mencapai 105 juta orang.
Manajer Kelompok Bisnis Deloitte Sam Boor mengatakan, esport menarik banyak investasi dari klub sepak bola dan investor dengan alasan yang prospektif. “Penonton esport didominasi anak muda dan konsumen yang paham teknologi,” katanya.
Esport juga memberikan harapan bagi para pemainnya. League of Legends Championship Series dan League of Legends Champions Korea menawarkan gaji bagi para pemainnya. Namun, saat ini banyak pemain esport lebih memilih bermain secara online streaming karena bisa mengatur jadwalnya sendiri. Mereka juga bisa mengikuti turnamen internasional dengan hadiah mencapai USD10 juta (Rp146,3 miliar) bagi pemenangnya. Mereka pun bisa meraih stabilitas keuangan.
Apalagi banyak permainan esport kerap ditayangkan di YouTube dan Twitch secara langsung. Mereka juga bisa mendapatkan sponsor dengan transaksi yang menggiurkan. Menjadikan esport sebagai karier pun kini semakin menjanjikan.
Itu sangat kontras dengan masa lalu di mana jika ingin mendapatkan uang dari video games, maka orang harus membuatnya dan menjualnya. Tapi, kini dengan menjadi pemain eSport justru menghasilkan banyak uang. Melansir Esport Insider, kesempatan bekerja di sektor esport meningkat 185% pada semester pertama 2019 dibandingkan periode sama pada 2018. Itu menjadikan pasar esport pun tumbuh besar di Amerika Utara, Eropa, dan sebagian Asia.
Misalnya di India, pasar video games tumbuh pesat dalam beberapa tahun ini. Banyak perusahaan besar berinvestasi mengembangkan perusahaan esport dan promosi games pun semakin masif. Jumlah orang bermain games di India lebih besar dibandingkan populasi Uni Eropa dan AS. Acer merupakan perusahaan yang menggelar kompetisi esport bernama Acer Predator Gaming League di India. Red Bull dan OnePlus juga menggelar acara yang serupa.
Di Indonesia, esport juga berkembang pesat. Ketua Umum Indonesia Esport Association (IESPA) Eddy Lim mengatakan, semakin hari semakin banyak orang yang mengetahui esport. Dia menjelaskan lima tahun lalu tidak ada asosiasi olahraga yang mau menerima esport. “Seiring berjalan waktu, sampai sekarang e-sport sudah diterima oleh hampir semua induk cabang olahraga. Terlepas (masih ada dari) mereka tidak terima esport sebagai olahraga karena tidak banyak gerak,” ucapnya.
Tidak ada komentar