MEMONESIA.COM – Keputusan pemerintah menaikan harga tiket masuk Candi Borobudur sudah resmi diumumkan. Yang tadinya seharga Rp 50 ribu untuk wisatawan lokal, kini menjadi Rp 750 ribu.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan keputusan itu ditetapkan bukan tanpa alasan. Menjaga kelestarian kekayaan sejarah dan budaya nusantara merupakan alasan utama dinaikannya harga tiket.
Baca Juga : Patut Dikunjungi, Lima Wisata Alam Kaltim yang Rekomendasi
Selain itu, lanjut Luhut, dampak dari kenaikan harga tiket tersebut dapat menjadi stimulan bagi pertumbuhan ekonomi di lingkungan Borobudur. Sebab, nantinya akan diwajibkan bagi turis untuk menggunakan tour guide dari warga lokal sekitar.
“Ini kami lakukan demi menyerap lapangan kerja baru sekaligus menumbuhkan sense of belonging terhadap kawasan ini, sehingga rasa tanggung jawab untuk merawat dan melestarikan salah satu situs sejarah Nusantara ini bisa terus tumbuh dalam sanubari generasi muda di masa mendatang,” tulis Luhut dalam akun Instagram pribadinya, (4/6).
Pembatasan kuota turis untuk masuk ke Borobudur juga akan dilakukan kata Luhut. Sebanyak 1.200 orang yang diperbolehkan naik setiap harinya, dengan biaya USD 100 untuk turis mancanegara dan Rp 750 ribu untuk turis lokal.
“Kami juga sepakat dan berencana untuk membatasi kuota turis yang ingin naik ke Candi Borobudur sebanyak 1.200 orang per hari, dengan biaya 100 dollar untuk wisman dan turis domestik sebesar 750 ribu rupiah. Khusus untuk pelajar, kami berikan biaya 5000 rupiah saja,” kata Luhut.
Baca Juga : Perlu Dukungan Bersama, Wisata Kaltim Miliki Potensi untuk Domestik dan Internasional
Luhut juga memastikan penerapan prinsip ekonomi biru, hijau, dan sirkular sesuai arahan Presiden Jokowi. Mulai hari ini, lanjutnya, akan dilaksanakan uji coba penggunaan bus listrik sebagai shuttle bus kendaraan pariwisata. Rute perjalanan shuttle bus ini meliputi Borobudur-Malioboro-Prambanan.
“Dengan menggunakan kendaraan listrik dan EBT, saya rasa akan semakin mempertegas komitmen Indonesia dalam penggunaan energi ramah lingkungan,” jelas Luhut.
Luhut meminjam istilah Jawa ‘sambatan’ yang berarti gotong royong, sebagai prinsip yang dipakai untuk bersama-sama mengembangkan konsep Candi Borobudur sebagai laboratorium konservasi cagar budaya bertaraf internasional. Pihaknya kembali menekankan sinergi antara konservasi dan pariwisata melalui mekanisme ‘single authority agency’.
“Sehingga Borobudur bukan hanya menjadi salah satu dari lima destinasi wisata super prioritas, tetapi juga destinasi wisata berkualitas,” pungkas Luhut. (Redaksi)