Ekonomi dan KDRT: Pemicu Utama Tingginya Kasus Perceraian di Bontang

Redaksi
9 Jan 2025 23:56
Bontang 0 15
1 menit membaca

BONTANG – Sepanjang tahun 2024, Pengadilan Agama (PA) Kota Bontang mencatat sebanyak 352 kasus perceraian, menurun dibandingkan 457 kasus pada 2023. Penurunan sebesar 12 persen ini diungkapkan oleh Humas PA Kota Bontang, Ahmad Farih Shofi Muhtar, sebagai tren positif yang patut diapresiasi.

Dari total kasus pada 2024, cerai gugat mendominasi dengan 254 kasus, sementara cerai talak berjumlah 98 kasus. Sebagai perbandingan, tahun sebelumnya mencatat 332 kasus cerai talak dan 125 kasus cerai gugat.

Mayoritas pasangan yang mengajukan perceraian berada di usia produktif, yakni 35-45 tahun. Faktor ekonomi disebut sebagai pemicu utama, diikuti oleh kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perselingkuhan.

“Kondisi ekonomi menjadi penyebab dominan, terutama akibat tidak adanya pekerjaan. Hal ini sering kali memicu kekerasan dalam rumah tangga, yang pada akhirnya membuka peluang perselingkuhan,” ungkap Ahmad Farih, Kamis (9/1/2025).

Ia menambahkan bahwa efek KDRT tidak hanya berdampak pada hubungan pasangan, tetapi juga meninggalkan luka psikologis bagi anak-anak. Untuk mengatasi masalah ini, PA Kota Bontang bekerja sama dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak guna memberikan pendampingan bagi korban KDRT.

Meski angka perceraian menurun, kasus-kasus yang ada menggarisbawahi perlunya perhatian serius terhadap stabilitas ekonomi keluarga dan upaya preventif terhadap kekerasan dalam rumah tangga.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *