KUTAI TIMUR – Bappeda Kutai Timur (Kutim) mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) tentang Penguatan Sinkronisasi Perencanaan dan Penganggaran Tahun 2024 di Ballroom Novotel, Rabu (8/5/2024). Rakor ini melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI sebagai upaya dalam mencegah korupsi di bidang perencanaan dan penganggaran. Acara dibuka oleh Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Kabupaten (Ekobang) Zubair, mewakili Bupati Ardiansyah Sulaiman, dan dihadiri oleh Kepala Bappeda Kutim Noviari Noor serta berbagai pejabat dan undangan.
Zubair memaparkan lima poin utama yang harus diterapkan oleh Pemkab Kutim untuk mencegah korupsi dalam penganggaran dan perencanaan:
- Kepatuhan Jadwal: Tahapan dan jadwal proses perencanaan dan penganggaran APBD harus mengikuti peraturan perundang-undangan dengan tepat waktu.
- Usulan Masyarakat: Usulan dalam proses perencanaan harus berasal dari masyarakat melalui Musrenbang, perangkat daerah, dan pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD, dan disampaikan sebelum penetapan RKPD yang mengacu pada RPJMD.
- Dokumentasi Proses: Setiap proses, hasil perencanaan, penganggaran, penatausahaan, dan akuntansi pelaporan APBD harus terdokumentasi dalam Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPDRI).
- Hindari Transaksi Tidak Etis: Semua jajaran pemerintahan daerah diharapkan menghindari transaksi yang dapat dikategorikan sebagai penyuapan atau pemerasan serta mengatasi potensi benturan kepentingan dalam proses perencanaan dan penganggaran.
- Pemantauan KPK: KPK akan memantau perencanaan dan penganggaran APBD 2025 dan akan mengambil langkah konkret jika ditemukan pelanggaran hukum.
“Kolaborasi dengan KPK RI adalah langkah nyata dalam pencegahan korupsi oleh Pemkab Kutim,” ujar Zubair.
Perwakilan Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah IV KPK RI, Ismail Hindersah, memberikan arahan terkait upaya pencegahan korupsi. Ia menekankan pentingnya keterkaitan antara RKPD Kutim 2025 dengan dokumen perencanaan pembangunan. RKPD harus sesuai dengan RPJMD 2021-2026, dengan fokus pada penyelarasan prioritas dan tujuan pembangunan tahunan daerah.
“Harus ada kesesuaian antara program tahunan dan aktivitas prioritas dengan rencana prioritas dalam RPJMD kabupaten,” tegas Ismail.
RKPD 2025 juga perlu mempertimbangkan RPJMD provinsi untuk menyesuaikan program dan aktivitas pembangunan kabupaten dengan pembangunan provinsi, termasuk area yang melintasi lebih dari satu kabupaten/kota atau wilayah perbatasan.
Ismail menjelaskan bahwa 51 persen kasus korupsi yang ditangani KPK terkait dengan pengadaan barang/jasa dan keuangan negara, serta beberapa kasus penyuapan dan intervensi pelaksanaan APBN.
KPK menyarankan penggunaan Monitoring Center of Prevention (MCP) melalui JAGA.ID untuk upaya pencegahan korupsi daerah. MCP mendorong perbaikan dalam tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik melalui delapan area intervensi dengan indikator dan sub indikator yang dievaluasi setiap tahun.
“MCP bertujuan untuk mencegah korupsi baik grand corruption maupun petty corruption, dan diharapkan dapat meningkatkan integritas tata kelola pemerintahan serta layanan publik yang akan dinilai secara menyeluruh,” tutup Ismail.