Dalam memperingati International Women’s Day (IWD), Korps HMI Wati (KOHATI) Cabang Sangatta, Kalimantan Timur memberikan pesan khusus perempuan di dunia, terutama Indonesia.
Oleh: Lulu Wahyu Susanti – Ketum Kohati Cabang Sangatta
KERAP kali kita temui perempuan dan organisasi termasuk hal yang tabu dikalangan masyatakat pada umumnya. Pemahaman budaya patriarki menyebabkan banyak perempuan diam tak mengambil peran.
Toh pada akhirnya semua akan kembali ke dapur menjadi doktrin membuat menyerah dengan keadaan. Sering kali perempuan yang muncul ke publik dipandang aneh yang menyalahi kodratnya.
Tidak hanya itu, posisi perempuan dalam ruang publik tidak pernah seaman dan senyaman laki-laki. Perempuan kerap diganggu, dikesankan sebagai perempuan nakal. Bahkan siang hari pun tidak jarang kita temui perempuan mendapat pelecehan verbal berupa suitan, kata-kata gombal dan hal semacamnya.
Dalam hal ini saya berharap banyak perempuan mau bersinergi menyuarakan hak-hak mereka untuk terjun kerana publik, agar tidak terjadinya meligitimasi inferioritas sehingga perempuan-perempuan mampu bersaing di ruang publik.
Perempuan hanya bisa bergunjing, mengoleksi gambar artis-artis K-Pop, membahas perlengkapan make-up, pakaian, atau berburu quote galau lalu dijadikan history Whats App dan media sosial lainnya.
Sebagai perempuan yang merupakan madrasah peradaban dan sarana pendidikan pertama bagi anak-anaknya, dalam menentukan arah baru dalam suatu peradaban modernisasi ini. Dipandang perlu untuk memahami problem sosial yang terjadi dalam struktur kehidupan sebagai mahluk sosial.
Maka dari itu, saya berharap perempuan-perempuan yang lain harus banyak menggali potensi diri. Di tanggal 8 maret merupakan suatu momentum agar perempuan di seluruh dunia itu bangkit dari keterpurukan.
Pada peringatan hari Internasional Women’s Day 2021 ini agak berbeda dengan tahun sebelumnya, dimana kita masih berperang melawan covid-19 sehingga menuntut lebih berperan aktif bahkan memiliki peran ganda.
Berangkat dari hal itu, maka Kohati sebagai salah satu lembaga penampung aspirasi perempuan yang sesuai platform organisasi atau misi dari Kohati itu sendiri, yakni Pembina dan Pendidik HMI-Wati.
Tentunya untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan dengan menjadi sosok ibu, istri, dan anggota masyarakat yang baik.
Pilihan menjadi seorang pemimpin bukan lagi tentang perempuan atau laki-lakinya, tapi persoalan peran, perempuan tersebut mampu tidak menjadi pemimpin.
Jika perempuan merasa sudah selesai dengan dirinya dan mampu memimpin orang lain, kenapa tidak?. Salah satu bentuk nyata yang terjadi bahwa perempuan mampu menjadi seorang pemimpin.
Sosok Cut Nyak Dhien mampu memimpin pasukan dalam melawan penjajah dan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri menjadi perempuan pertama yang memimpin negara Indonesia.
Akan tetapi, hal itu sirna karna kita dapat melihat beberapa fenomena kekerasan seksual maupun kekerasan yang sangat sadis. Seperti yang terjadi pada seorang demostran perempuan di Myanmar hingga mengorbankan nyawanya dalam aksi demotran yang menuntut untuk dihentikan kudeta militer.