DPRD Bontang Berharap Perseteruan PT Gelora dan PT Bontang Transport Temui Titik Terang

Ketua Komisi II DPRD Kota Bontang, Rustam. Foto (sa/memonesia.com)

BONTANG – Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bontang, Rustam mengungkapkan adanya perselisihan dalam proses kerjasama, antara PT Gelora dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bontang terkait penyewaan kapal tongkang.

Hingga saat ini, permasalahan tersebut belum menemui titik temu, sejak 10 tahun yang lalu hingga saat ini. Mulanya, permasalahan ini bermula ketika Pemkot Bontang memberikan wewenang kepada PT Bontang Transport, yang merupakan anak Perusahaan Umum Daerah Aneka Usaha dan Jasa (Perusda AUJ).

Baca juga: Fraksi Gerindra dan Berkarya Berikan Lima Catatan, Guna Wujudkan RPJPD Bontang Sentosa 2045

Rustam menjelaskan bahwa kapal tersebut menjadi aset pemerintah yang dibeli menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bontang. Namun, kapal ini sebagai aset terpisah dan tercatat di Perusahaan Daerah (Perusda).

Kemudian, pemkot melimpahkan ke PT Bontang Transport untuk mengelola aktivitas kapal. Lalu, PT Bontang Transport bekerja sama dengan PT Gelora, sebagai pihak ketiga dalam pengelolaan aktivitas kapal.

“Tapi saat kerjasama berjalan, PT Gelora merasa dirugikan karena kontrak kerja sama tersebut diputus secara sepihak,” ujar Politisi Partai Golkar itu.

Oleh karena itu, PT Gelora pun melayangkan gugatan ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Akhirnya, PT Gelora memenangkan gugatan tersebut, dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 32 miliar.

Ia menilai, jumlah gugatannya cukup besar. Dirinya menginginkan pemkot berdiskusi untuk mengambil keputusan untuk menyelesaikan perselisihan itu.

“Kami hanya sebagai fasilitator untuk menengahi permasalahan tersebut secara baik,” lanjutnya.

Baca juga: Ahli Waris Sengketa Lahan Lapangan Tenis di Jalan Awang Long Minta Pemkot Bontang Buktikan Kepemilikan Lahan

Disisi lain, Sekretaris Daerah Kota Bontang, Aji Erlynawati menyebutkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54, aset tersebut bukan lagi tanggung jawab pemerintah atau Wali Kota Bontang sebagai Kuasa Pengguna Modal (KPM).

Menurutnya, kapal tersebut adalah aset yang sudah dipisahkan, maka yang menanggung resiko harus dari kedua belah pihak.

“Kalau pun kami mau membantu juga tidak tahu caranya,” terangnya.