Ketua Kelompok Perempuan Matahari, Maryatun menunjukkan berbagai jenis karya batik Daon Jajar Ecoprint. (memonesia.com)
Semangat mereka tidak goyah. Produktifitas selalu ditingkatkan meski pandemi virus corona melanda. Pasang surut omset tak jadi masalah. Keinginan perempuan dalam berkreatifitas terus terarah. Memproduksi batik Daon Jajar Ecoprint di sebuah wadah. Untung di tengah terpaan wabah, penjualan karya sembilan ibu rumah tangga (IRT) melejit dimana-mana.
Muhammad Arsyad Mustar, Bontang
DALAM ruangan ukuran 3×4 meter, terlihat berjejer rapi sembilan ibu rumah tangga (IRT). Senyum dan gembira terpancar dari wajahnya, menyambut kedatangan sepuluh pewarta. Berbagai jenis karya batik Daon Jajar Ecoprint disuguhkan di depan mata. Baju hem, dress, tas kecil, jaket, mukena, jilbab, dan masker, semuanya ada. Siap-siap untuk dipasarkan ke penduduk lokal hingga nusantara.
Melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), Kelompok Perempuan Matahari menjadi binaan PT Pertamina Gas (Pertagas) area Kalimantan. Perjalanan mereka tentu tak semudah yang dibayangkan. Gagal sudah biasa dirasakan. Produksi demi produksi, pola membuat batik perlahan ditemukan. Berbahan baku kain, dedaunan dan pepohonan. Semua bisa dijadikan karya ramah lingkungan.
Tepat pertengahan 2018 silam, Pertagas tidak hanya menempa kemampuan mereka, namun juga memberi bantuan dana Rp 150 juta untuk membekali sejumlah perlengkapan penunjang. Mulai dari alat membatik hingga mesin jahit. Berbekal beberapa pelatihan, perubahan drastis dari yang sekadar IRT menjadi pengrajin batik. Mereka mampu meraup pundi-pundi hingga jutaan rupiah setiap bulannya.
Setelah keperluan bahan dan alat produksi terpenuhi, anggota kelompok mulai berbagi tugas. Ada yang ditugaskan membatik, menjahit, serta memasarkan produk. Kesibukan demi kesibukan, mereka harus rela membagi waktu untuk pekerjaan rumah tangga. Bak sebuah perusahaan energi, menjaga kelestarian lingkungan tentunya menjadi tugas penting, khususnya lingkungan sekitar produksi batik.
“Berkat binaan dan pelatihan dari Pertagas. Meski pun kami IRT, tapi bisa melakukan produktifitas melalui kerajinan batik,” tutur ketua Kelompok Perempuan Matahari, Maryatun.
Keuntungan yang diraup tidak semuanya habis untuk dibagikan ke setiap anggota kelompok. Hasil penjualan juga sebagian disihkan untuk disetor dalam khas. Belum lagi, dana yang dikumpulkan kelompok itu untuk modal keperluan bahan baku produksi. Sebab, mereka tak hanya mengandalkan bahan baku lokal, tapi mendatangkan dari luar daerah. Salah satunya bahan kain.
Terus berbincang dengan jurnalis. Maryatun mengisahkan awal mula dibentuknya Kelompok Perempuan Matahari yang berlokasi di Kelurahan Guntung, Bontang Utara, Kalimantan Timur. Hanya perkumpulan ibu rumah tangga, tanpa skill dan pengalaman membuat batik Ecoprint. Bahkan bakat berwirausaha tidak cukup mumpuni. Namun berkat Pertagas, mereka bisa memiliki sumber pendapatan mandiri.
“Terpaan wabah pandemi, kami bisa melewatinya. Banyak perusahaan memesan karya batik Daon Jajar Ecoprint, terutama berupa masker. Kami pernah menerima orderan hingga Rp 40 juta, ” ucapnya.
Tak melulu melakukan produksi. Anggota kelompok membuat batik sesuai orderan konsumen. Cukup berbanding lurus dengan omset meski saat pandemi, sebulan bisa menghasilkan sekitar 20 kain batik ecoprint atau keuntungan Rp 13- 17 juta. Harga yang dipatok saat penjualan juga bervariasi, yakni kisaran Rp 75-700 ribu. Setidaknya, 70 persen dari keuntungan disimpan ke dalam khas.
Peran dan kontribusi Pertagas tentu tak diragukan lagi. Maryatun perlahan menjelaskan cara memproduksi hingga menjadi sebuah karya batik. Tanpa proses yang rumit satu demi satu ia paparkan, dibantu anggota kelompok lainnya menyediakan bahan produksi. Dengan kemahiran yang dimiliki terlihat mudah, namun membutuhkan waktu cukup lama untuk menciptakan sebuah karya batik.
Sebuah kain berwarna putih yang sudah direndam sekitar 24 jam, lalu dicuci menggunakan detergen untuk menghilangkan cairan lilin. Maryatun kemudian meletakkan kain itu di tengah-tengah lingkaran awak media dan anggota Kelompok Perempuan Matahari. Secara bertahap dilakukan, dedaunan maupun alat-alat lainnya sudah disediakan untuk memperoduksi batik.
“Kain direndam menggunakan air yang sudah dicampur pewarna alami. Dari ekstrak pohon tanpa pewarna kimia,” jelas Maryatun, di Workshop Kelompok Perempuan Matahari, Rabu (20/10).
Ramah lingkungan tentu sejalan dengan program pemerintah. Ada banyak jenis pohon yang biasa digunakan, seperti ekstrak batang pohon secang, tegeran, serta mahoni. Pun dengan dedaunan, mereka biasa menggunakan daun jarak, ceri maupun motif daun jati. Kain diameter panjang 200 sentimeter dengan lebar 150 sentimeter dihampar. Berbagai bentuk daun ditempel juga disusun rapi di atasnya.
Setiap motif yang ada pada batiknya berasal dari daun sekitar tempat produksi. Proses pewarnaan pertama-tama kayu tersebut direbus. Setelah mendidih dan ditiriskan, kemudian dipisahkan dengan airnya. Kain akan berubah warna setelah direndam air rebusan. Usai daun ditempel, kain lalu digulung perlahan dan dikukus selama kurang lebih 2 jam. Setelah itu kain dikeringkan.
Tak menyerah dengan keadaan. Dengan kecanggihan teknologi, mereka manfaatkan untuk memasarkan hasil produksi batik. Berbagai platform media sosial (Medsos) menjadi wadah pemasaran. Bahkan Kelompok Perempuan Matahari telah berhasil menjual batik hingga pulau Sumatera dan Jawa. Terjauh mengirim dan menjual ke wilayah Bangka Belitung, Indonesia bagiat barat.
Pertagas melakukan pendampingan dengan kelompok binaan dengan durasi lima tahun. Kini sudah memasuki tahun keempat, dengan tahapan inisiasi, pengembangan, perluasan, pemantapan dan kemandirian. Tahun kelima nanti ditargetkan bisa mandiri. Dipilihnya Kelurahan Guntung menjadi lokasi binaan, yakni berdasarkan pemetaan tingkat sosial masyarakat dan lingkungan.
Dampak ekonomi yang ditimbulkan kebijakan pemerintah, yakni pemberlakuakn pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) akibat wabah Covid-19, Pertagas intens dalam pendampingan produksi. Melakukan mitigasi dengan kerja sama dengan masyarakat, online shop serta pendampingan di sosial media @batikdaonjajar. Konsep pendampingan dilakukan secara berkelanjutan.
Community Development Officer PT Pertagas, Yanna menyampaikan, selain pelatihan dan pendampingan produksi, tahun pertama dan kedua anggota kelompok dibekali ilmu menajemen serta pembagian peran dalam pengelolaan organisasi dan keuangan. Tahun ketiga dan keempat, Pertagas melakukan pendampingan pemasaran offline serta online.
“Mitra binaan ini berkontrak 5 tahun. Pasca lepas kontrak, diharapkan bisa mengelola usaha secara mandiri. Nanti sepenuhnya akan jadi mitra bisnis perusahaan. Misalnya, sovenir perusahaan pesannya tetap ke mereka (Kelompok Perempuan Matahari),” sebut perempuan ramah senyum itu. Menjaga kelestarian lingkungan tentunya menjadi tugas penting. Apalagi, inovasi batik setiap tahun kian berkembang. (mam)