Perda Ketenagakerjaan di Kutim, Wajibkan Tenaga Kerja Luar Miliki KTP Kutim

KUTIM – Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No 1 Tahun 2022 tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan mewajibkan bagi para tenaga kerja yang berasal dari luar Kabupaten Kutai Timur (Kutim) memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Komisi A DPRD Kutim Sayyid Anjas mengatakan aturan tersebut diperuntukan untuk tenaga kerja luar yang telah lama berdomisli di Kutim selama satu tahun. Selain itu perda tersebut juga memberikan penegasan bagi pelaku usaha untuk menerapkan aturan itu.

“Makanya ditegaskan, karyawan yang diprioritaskan bekerja di perusahaan harus berdomisili Kutim,” katanya.

Sehingga suka atau tidak suka, pendatang atau karyawan perusahaan yang sudah menetap dan bekerja di Kutim diwajibkan ber-KTP Kutim. “Ini menegaskan bahwa tenaga kerja lokal harus diprioritaskan. Dibuktikan dengan domisili dari kartu identitasnya,” tutur ketua Fraksi Golkar itu.

Menurut dia, kebijakan itu tidak hanya berlaku bagi pencari kerja baru. Melainkan seluruh karyawan di kabupaten ini wajib untuk merealisasikan. “Baik karyawan lama maupun karyawan baru,” tegasnya.

Dengan demikian, pihak perusahaan harus memfasilitasi karyawan yang belum mengurus administrasi pindah penduduk. Apabila tidak mengindahkan, maka perusahaan dianggap lalai dalam mengikuti aturan yang berlaku di kabupaten ini.

“Silakan pihak perusahaan berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), terkait pengurusan administrasi pindah domisili karyawannya,” imbuhnya.

Sebab jika tidak merealisasikan, ada sanksi yang menanti perusahaan tersebut. Ya, sanksi berupa dengan Rp 10 juta per orang akan dibebankan kepada perusahaan dimaksud.

“Kalau semakin banyak karyawan dari suatu perusahaan yang belum pindah domisili, maka semakin besar juga denda yang diberikan dan dibebankan kepada perusahaan itu,” ungkapnya.

Adapun tujuan dari kedua perda itu, yakni untuk memaksimalkan potensi pajak. Sehingga tidak dialihkan pada daerah domisili asal karyawan tersebut. Terutama yang bekerja di Kutim tapi domisilinya masih dari luar.

“Pajak ini kan berdampak pada kenaikan pendapatan asli daerah. Apalagi kalau karyawan itu membeli kendaraan, tentu pajaknya masuk ke daerah juga,” pungkasnya.