Memonesia.com – Butuh dua hari dua malam lamanya, untuk dapat menginjakkan kaki di tanah Berbudaya, julukan Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu). Menumpang longboat atau akrab dikenal dengan istilah taksi air berangkat dari Dermaga Sungai Kunjang, Samarinda -Kalimantan Timur, dengan biaya yang relative cukup murah.
Sejak dimekarkan Desember 2012 silam, keberadaan transportasi sungai masih berperan vital bagi masyarakat untuk sampai di kabupaten termuda di Bumi Etam itu. Biaya sewa per satu penumpang hanya Rp 300 ribu saja. Sementara jika sampai di Long Iram, Kutai Barat yang menghabiskan waktu sekira 32 jam, hanya Rp 200 ribu.
Akses jalan darat sendiri, sampai saat ini masih jauh dari kata layak untuk dilewati. Didominasi jalan bubur. Banyak juga jalan yang putus lantaran aliran sungai dadakan saat hujan mengguyur.
Sementara untuk jalur udara, tidak ada jaminan bisa cepat berangkat karena jam terbangnya hanya dua kali seminggu dari Samarinda. Sampai di Bandara Datah Dawai, Kecamatan Long Pahangai, harus menggunakan speed boat bermesin ganda lagi untuk dapat sampai ke Kecamatan Long Bagun.
Via jalur sungai, bertolak dari Dermaga Sungai Kunjang sekira pukul 7 pagi, Selasa (23/5), haluan taksi air perlahan membelah ombak Sungai Mahakam yang kala itu cukup tenang. Padahal hujan baru saja mengguyur.
Menyusuri pinggiran sungai, KM Dayak Lestari, taksi air yang ditumpangi berukuran sekitar 25×6 meter. Satu per satu kampung yang ada di tepi sungai dilewati. Pesona dan keindahan alam alam hulu Mahakam yang masih didominasi hutan lebat seakan menjadi penyejuk suasana selama perjalanan.
Arus sungai sedikit deras dikarenakan debit air cukup tinggi setelah wilayah Kabupaten Mahulu dan sekitarnya diguyur hujan. Bibir sungai pun tampak tak terlihat akibat genangan air. Bahkan sebagian rumah kayu dan rakit yang ada dipinggiran sungai seakan tenggelam.
Meski arus sungai yang cukup deras dan air cukup tinggi, para penumpang tidak ada yang mabuk sehingga perjalanan dan suasana di kapal dapat dinikmati. Selain penumpang, taksi air juga memuat berbagai jenis barang kebutuhan pokok. Seperti, kendaraan roda dua, bahan bakar minyak (BBM), dan berbagai bahan pokok lainnya.
“Naik kapal bisa lebih santai dan bisa bawa barang yang banyak,” kata Fauzi (29) salah satu penumpang lain dari Samarinda. Kendala seperti kerusakan pada mesin kapal sempat terjadi. Penumpang mulai gelisah. Sudah pasti perjalanan akan semakin lama untuk sampai tujuan. “Biasanya sih lama kalau mesin lagi rusak. Mau tidak mau diperbaiki dulu baru jalan lagi, tidak bisa dipastikan berapa lama waktu perbaikan,” ujar Tito (35) supir taksi air.
Pagi, siang, hingga malam, sesekali penumpang lainnya terbangun dari tidur dan menengok ke luar kapal dengan harapan sudah tiba di lokasi tujuan. Namun hanya hutan belantara yang terlihat. KM Dayak Lestari memiliki dua lantai. Lantai dasar digunakan untuk menyimpan barang. Sementara lantai atas diperuntukkan bagi penumpang dengan fasilitas kasur tempat tidur, kipas angin, serta colokan listrik.
“Udah biasa sih pakai kapal begini, jadi kalau lama di perjalanan enggak heran lagi,” tutur Pretty (28) penumpang lainnya sembari main laptop.
Sebelum berangkat dari sungai Kunjang, sudah barang tentu jika penumpang harus menyiapkan bekal selama perjalanan. Pretty yang membawa banyak bekal, tidak bertahan lama karena panjangnya perjalanan. Meski begitu, untuk sekedar mengganjal perut di atas kapal juga tersedia penjual makanan seperti soto ayam dan nasi campur dengan harga masing- masing Rp 25 ribu satu porsinya.
Berlayar dengan kecepatan sedang, media ini merasakan benar bagaimana panjangnya perjalanan menuju ke kabupaten yang memiliki 50 kampung dan 5 kecamatan itu. Jika dihitung-hitung, kurang lebih 47 jam lamanya waktu yang dihabiskan selama perjalanan.