Ilustrasi.
BONTANG – Angka kekerasan seksual anak bawah umur di Bontang masih mendominasi dari sejumlah kasus lainnya. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB) Bontang 2020, kekerasan seksual tercatat 35 kasus.
Selain itu, adapula kekerasan fisik 13 kasus, psikis 2, penelantaran 11 kasus, dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) 1 kasus, hak asuh anak 1, anak berkonflik dengan hukum 22, anak dengan Narkoba Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) 1, dan saksi anak 6 kasus.
“Total yang kami tangani 2020 sebanyak 92 kasus,” sebut Kepala DPPKB Bontang Bahtiar Mabe, Jumat (26/02). Berdasarkan jenis kelamin dari kasus tersebut, yakni 34 laki-laki dan 58 perempuan.
Angka kasus 2020 melonjak jika dibandingkan tahun 2019. Secara keseluruhan hanya 60 kasus. Bahtiar menyampaikan, semua laporan yang masuk diproses sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak yang langsung naik sampai pengadilan.
Namun ada juga yang ditangani dengan proses restoratif. Artinya pelaku hanya dilakukan pembinaan dan diserahkan pendampingan melalui Lembaga Perlindungan Anak (LPA) karena pelaku masih bawah umur.
Melihat peningkatan kasus dua tahun terakhir, ia menilai perlu adanya edukasi kepada orangtua. Tingginya kasus kekerasan bisa jadi karena kesadaran orangtua sangat minim dalam melindungi anak. Bahtiar meminta masyarakat untuk lebih peduli dan memperhatikan masa depan buah hatinya.
Meski demikian, menurut Bahtiar banyak faktor terjadinya tindak kekerasan anak. Seperti keharmonisan dalam rumah tangga juga menjadi salah satu penyebab. Selain itu, faktor ekonomi serta kurangnya perhatian terhadap anak.
Pun dengan lingkungan juga berpengaruh. Menurutnya, banyak anak-anak saat ini cenderung menirukan gaya orang dewasa dalam pergaulan. “Anak-anak kan rasa penasarannya tinggi, jadi suka nyoba hal-hal baru. Itulah pentingnya pengawasan,” imbuhnya. (*/Fajri Sunaryo)