KUTIM – Serapan anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kutai Timur tahun 2023 masih rendah, meskipun sudah memasuki semester II tahun ini. Hingga saat ini, serapan anggaran masih berada di kisaran lebih dari 20 persen, yang menjadi sumber kekhawatiran bagi pimpinan DPRD Kutim.
Oleh karena itu, dalam rapat Badan Musyawarah (Banmus) pada Senin (3/7/2023), DPRD sepakat untuk memanggil pemerintah guna menjelaskan penyebab rendahnya serapan anggaran tersebut.
“Kami telah mencapai kesepakatan dalam rapat Banmus DPRD hari ini untuk memanggil pemerintah dan mengajukan pertanyaan mengenai rendahnya serapan anggaran tahun ini. Rencananya, kami akan menjadwalkan pertemuan dengan pemerintah pada minggu kedua Juli, karena pada minggu pertama ini, kami di DPRD masih fokus dengan kegiatan internal,” ungkap Ketua DPRD Kutim, Joni, yang didampingi oleh Wakil Ketua DPRD Kutim, Asty Mazar, kepada wartawan setelah rapat Banmus di Kantor DPRD Kutim.
Dalam keterangan mereka, serapan anggaran masih berada pada tingkat yang rendah, dan DPRD bertekad untuk menyelidiki masalah ini lebih lanjut dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada pemerintah, mengingat mereka sebagai pelaksana yang mengetahui kendala-kendala yang ada.
Selain itu, DPRD juga akan mendorong pemerintah untuk segera memulai pembahasan APBD Perubahan tahun 2023 dan APBD murni tahun 2024. Mereka berharap agar proses pembahasan anggaran tidak berlarut-larut seperti tahun sebelumnya.
“Kami akan pertanyakan mengenai realisasi serapan anggaran sesuai dengan fungsi pengawasan kami. Kami ingin mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam pelaksanaannya sehingga terjadi keterlambatan. Kami sendiri tidak mengetahui masalahnya, apakah terkait dengan administrasi atau hal lainnya. Oleh karena itu, kami akan menanyakan hal tersebut,” jelas Joni.
Namun, DPRD juga menyadari bahwa Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan dinas terkait sering mengadakan rapat koordinasi di luar kota. DPRD merasa kebingungan mengapa rapat koordinasi harus selalu dilakukan di luar daerah.
Meskipun DPRD tidak diundang dalam rapattersebut karena itu merupakan urusan internal kepala daerah dengan SKPD mereka, DPRD merasa perlu untuk mengajukan pertanyaan mengenai alasan di balik rapat di luar daerah.
“Ini yang membuat kami bingung, mengapa rapat koordinasinya selalu dilakukan di luar daerah. Kami sebagai DPRD tidak bisa menjawab karena tidak diundang dalam rapat tersebut. Kami hanya membaca undangan mereka dan ternyata mereka rapat di Samarinda, di Balikpapan. Hal ini juga akan kami tanyakan mengapa harus dilakukan di sana,” pungkasnya.